Selly Yustiawati Dan Kegemaran Bangsa Indonesia Ditipu

Yang penting kelihatan senang
Yang penting kelihatan senang

Belakangan nama Selly Yustiawati ramai dibicarakan, sedikit menyeruak diantara berita-berita politik atau kisruh PSSI. Sangat ramai karena ditengarai korban penipuannya sangat banyak sebanyak jumlah uang yang berhasil digondolnya. Tak ayal, Selly menjadi notorious person, yaitu orang yang terkenal karena keburukan perangainya. -lihat naskah lanjutannya>

Sekarang Libya, Besok atau Lusa Bisa Saja Indonesia

Tak sedikit orang yang menyanjung Amerika dan negara-negara Barat sebagai negara yang demokratis. Bahkan, tak sedikit orang yang mengatakan bahwa jika ingin melihat Islam, maka lihatlah kehidupan orang-orang yang hidup di negara-negara Eropa termasuk Amerika. Mereka disanjung demikian rupa karena kehidupan mereka yang teratur, humanis, toleran, dan lebih islam daripada orang-orang Islam. -lihat naskah lanjutannya>

Negara Tanpa Pemerintahan

Hidup bernegara dalam banyak literature dan pengertian-pengertian formal adalah hidup dalam aturan-aturan dan, oleh karena itu, keteraturan. Dalam aturan, karena kehidupan masyarakat selalu diikat oleh aturan-aturan dan undang-undang. Dalam keteraturan, karena pemerintah baik daerah maupun pusat dapat menciptakan system-system yang berguna bagi kehidupan rakyatnya, baik system perekonomian, pemerintahan, kepegawaian, perpajakan, dan yang lebih penting lagi, system keamanan. -lihat naskah lanjutannya>

Binatang Dalam Diri Manusia

Manusia adalah makhluk yang sangat unik. Pada awal kelahirannya, dia adalah makhluk mulia dengan bekal ruh Allah di dalam tubuhnya. Maka pada saat itu, manusia adalah makhluk yang theopanic, yaitu makhluk yang dalam dirinya terpancar sifat-sifat Allah Yang Maha Mulia. Dalam kondisi seperti ini, manusia disebut sebagai makhluk nurani, yaitu makhluk yang didominasi oleh sifat-sifat ketuhanan, yang baik budi, penuh cinta kasih, tidak berprasangka, tidak dendam, tidak dengki, tak materialistik, mengedepankan hati nurani ketimbang emosi, dll. Maka, seperti sabda Rasulullah saw, setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan yang suci. -lihat naskah lanjutannya>

Mike Tyson al-Hakiim dan Indonesia al-Ghabiyy

Jika Anda membaca koran kompas hari ini, maka di situ ada sebuah artikel berjudul Rahasia Tyson berubah Jadi Lembut, maka di situ akan Anda dapati bahwa Tyson memang benar-benar berubah. Jika dulu Mike Tyson adalah orang yang brutal, temperamental, reaktif, bahkan keji, sekarang Tyson berubah menjadi pribadi yang lemah lembut dan penuh cinta kasih.

Tyson menceritakan bahwa dia berubah karena adanya system pendukung yang senantiasa mendorongnya untuk berubah. Semenjak kematian putrinya, Exodus, Tyson memang terlihat berusaha mengambil hikmah dari kejadian itu. Seolah-olah, kematian anak perempuannya itu menjadi titik balik baginya untuk menjadi seseorang yang mampu membaca hikmah.
Orang-orang yang mampu mengambil hikmah seperti ini disebut al-hakiim (orang yang bijak). Yaitu orang-orang yang mampu mengambil hikmah di balik peristiwa apapun yang menimpanya, maupun menimpa orang lain. Hikmah ini sudah tentu membawa perubahan positif bagi dirinya, maupun bagi orang lain. Orang-orang seperti ini biasanya keberadaannya senantiasa mencerahkan. Alih-alih menjadi sampah dalam masyarakat, bangsa, dan agama, dia menjadi pembaharu yang pemikirannya membawa perubahan yang berarti. Sedangkan orang yang tak mampu mengambil hikmah dari kejadian-kejadian disebut al-ghabiyy. Yaitu orang-orang yang tak mampu menangkap kebaikan apapun dari kejadian-kejadian yang menimpanya atau menimpa orang lain. Biasanya orang-orang seperti ini hanya mengeluh dan menyalahkan keadaan. Orang-orang seperti ini—jika tidak menjadi sampah masyarakat yang busuk dan kotor—menjadi tokoh-tokoh yang tidak memberikan apa-apa kepada pembangunan bangsa dan negara, malahan menjadi benalu, bahkan bisa jadi menjadi maling-maling negara, perampok-perampok politik, dan seterusnya dan seterusnya.

Indonesia jika dibandingkan dengan Mike Tyson mungkin mirip-mirip. Mike Tyson pernah menjadi juara dunia bertahun-tahun. Indonesia pernah menjadi raja di bidang ekonomi walaupun cuma tingkat Asia Tenggara. Dulu Mike Tyson mempunyai perangai yang buruk, temperamental, brutal dll. Indonesia rakyatnya sekarang lebih banyak yang brutal daripada yang santun; tokoh-tokoh politiknya tak lebih dari orang-orang yang dengan tanpa malu-malu berdagang kekuasaan di depan televise yang notabene ditonton rakyat banyak. Bedanya adalah, Mike Tyson mampu, dengan dukungan system pendukungnya yang tak banyak, berubah menjadi santun dan baik, tapi rakyat Indonesia, makin hari makin brutal, makin tak santun, tak toleran, semakin tampak bodoh dll.

Bagi kita orang-orang Jakarta, berkendara di jalanan adalah semacam kegiatan membuka buku atau menonton film tentang kebrutalan. Di jalanan, baik pengendara motor, pengendara mobil, pengendara sepeda, tak sedikit dari mereka yang lebih senang menjadi orang-orang brutal yang tampak hina daripada menjadi orang yang santun yang tampak sangat mulia. Pengendara motor yang merasa bahwa jalanan adalah milik mereka sendiri lebih senang tampak seperti kesetanan dengan kebut-kebutan, potong sana potong sini tak peduli risiko. Pengendara mobil yang merasa bahwa jalanan hanya milik mereka, sehingga tak memberi peluang bagi kendaraan seperti motor berjalan di tengah jalan. Pengendara sepeda juga begitu, mereka sering berkendara di jalur cepat yang sangat membahayakan keselamatan semua orang dan dirinya sendiri.
Semua fenomena ini lebih tampak kekanak-kanakan daripada terlihat hebat.

Tidak hanya di jalanan, ketaksantunan orang-orang Indonesia juga diperlihatkan di mall-mall, di pasar-pasar, di lembaga pendidikan dll. Anda semua pasti sudah biasa melihat ibu-ibu atau bapak-bapak setelah makan di sekolah anaknya sampahnya dibiarkan saja tergeletak di bangku tempat dia duduk. Padahal sudah ada tempat sampah tersedia di depan mata mereka. Anda juga pasti sudah terbiasa menonton seseorang merokok di tempat yang dilarang merokok. Rasanya mata ini sungguh lelah melihat hal-hal semacam itu. Negara kita kok seperti negara yang tak punya sejarah kepahlawanan, sejarah keteladanan. Padahal kita lebih dari sekedar punya sejarah keteladanan.

Tak sedikit nama-nama pahlawan, tokoh agama, tokoh masyarakat yang dapat disebutkan karena keteladanan mereka, karena akhlak baik mereka. Sebut saja Cut Nyak Dien, Panglimo Diponegoro, Wali Songo, KH. Hasyim Asy’ari, dll. Mereka semua tokoh-tokoh yang memberikan sejarah keteladanan bagi bangsa kita. Tapi apa lacur, keteladanan tokoh-tokoh tersebut hanya tinggal sejarah usang. Orang lebih suka melihat sinetron picisan dan membahas gossip-gossip murahan ketimbang mengingat pahlawan-pahlawan mereka. Orang lebih suka nonton dagelan politik ala ketoprak partai-partai daripada merenungi kehidupan mereka agar lebih baik lagi.

Itulah bedanya Mike Tyson dengan kita. Mike Tyson mampu menangkap hikmah, sedangkan kita menutup mata dari hikmah. Sehingga Mike Tyson pantas dijuluki Mike Tyson al-Hakiim, dan kita dijuluki Indonesia al-Ghabiyy.

Mencetak Generasi Tangguh

Bagi orang-orang yang hidup di Jakarta, mereka pasti sudah terbiasa dengan lalu-lintas yang tidak disiplin. Baik dari pengendara sepeda motor, maupun pengendara mobil. Belakangan, saat bike to work digalakkan, pengendara sepeda pun menjadi tokoh-tokoh terdepan dalam pelanggaran disiplin berlalu lintas.
Selintas, kebiasaan ini hanya menyebabkan kemacetan—yang kalau diusut penyebab kemacetan yang paling berdosa adalah pemerintah. Namun, ketakdisiplinan berlalu lintas ini mempunyai makna yang lebih dalam dari hanya sekedar kemacetan lalu lintas.

Menurut Kompas, setiap hari di Jakarta, tak kurang dari 50 orang tewas akibat kecelakaan kendaraan bermotor. -lihat naskah lanjutannya>