Rasulullah SAW berdakwah, lalu Abdullah bin Ummi Maktum bersegera memeluk Islam. Dia senantiasa mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menghafap Al-Quran kepada beliau. Ia seorang pemberani dalam menegakkan kebenaran. Nabi SAW memilihnya mendampingi Mush’ab bin Umair dalam perjalanannya menuju Madinah bersama serombongan orang-orang Anshar. Dia menunaikan tugasnya dengan baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam senang kepadanya dan menugasinya beberapa pekerjaan, serta memerintahkannya untuk melakukan shalat di tengah-tengah berkecamuknya peperangan pada beberapa pertempuran yang diikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada awal mula perjalanan dakwah, serombongan orang-orang Quraisy datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk masuk Islam, namun dengan mengajukan beberapa syarat dan permintaan. Sementara itu, Abdullah bin Ummi Maktum, seorang yang buta sehingga tidak dapat melihat mereka yang datang, juga datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan langsung bertanya kepada beliau tentang masalah agama. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat itu sedang melayani mereka, sepertinya beliau kurang berkenan dengan kedatangan Abdullah bin Ummi Maktum tersebut, sehingga beliau mengabaikannya. Dengan tindakan itu, Al-Qur’an turun menegur beliau dengan keras. Hal ini mengandung penegasan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar dari sisi Allah, karena sekiranya dari sisi Nabi, tentu tidak akan ada teguran keras semacam itu.

Al-Qur’ an turut campur dalam masalah ini untuk menjelaskan bahwa Abdullah bin Ummi Maktum lebih mulia di sisi Allah dari para penguasa dunia. Karena itulah Allah menggunakan kata “kallaa” (sekali-kali jangan demikian!), sebagai ungkapan pencegahan. Kemudian teguran sebelumnya dialihkan, sehingga seakan-akan teguran itu diarahkan kepada orang lain, bukan kepada Nabi, di mana pokok pembicaraan tersebut adalah bahwa Allah sebenarnya tidak menyukai “teguran keras itu” dan tidak ingin pula menujukkannya kepada Nabi-Nya karena kecintaan-Nya terhadap beliau. Setelah itu khithab kembali mengarah kepada Nabi untuk menjelaskan kepadanya bahwa pria yang buta itu mencari kebenaran dan ingin membersihkan aqidahnya, ingin hatinya hidup sehingga ingat kepada Rabbnya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan Rasul-Nya dari orang yang menampakkan ketidakbutuhannya kepada beliau, kepada agama dan cahaya yang beliau bawa, namun beliau menyambutnya dan melayaninya. Padahal, boleh jadi pelayanan dan penyambutan kepada orang-orang besar seperti itu tidak mendatangkan manfaat bahkan hanya menghabiskan waktu sia-sia. Allah menasihati Rasul-Nya agar tidak melakukan hal itu.
“Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada [celaan] atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera [untuk mendapatkanpengajaran]. Sedangia takut kepada [Allah]. Maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan [demikian]. Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatuperingatan. ” (QS. Abasa: 5-11)

Manakala berjumpa dengan Abdullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambutnya dengan penuh cinta seraya mengucapkan, “Selamat datang, wahai pria yang membuat Rabbku menegurkukarenanya.” (HR. Bukhari) Ia Mukmin yang tulus keimanannya. Pada pertempuran Yamamah ketika tentara Musailamah al-Kadzab menyerang dengan dahsyat sehingga pasukan Islam tercerai-berai, ia berteriak, “Serahkanlahbendera kepadaku karena aku tidak dapat melihat musuh. Aku akan terus maju dan tidak akan mundur.” laberhasil memompa semangat tentara Islam.

Abdullah bin Ummi Maktum pernah meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidak ikut shalat berjama’ah karena tidak memiliki seorang pun yang dapat menuntunnya ke mesjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau mendengar azan” Ia menjawab, “Benar.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Kalau engkau mendengar azan, maka sambutlah.” Semoga Allah meridhai Abdullah bin Ummi Maktum.

Leave a comment